Berita
Membaca Arah PUSTANDPI dalam Capacity Building

Membaca Arah PUSTANDPI dalam Capacity Building

Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (PUSTANDPI) menyelenggarakan Penguatan Kapasitas Perumusan dan Pengembangan Standar Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim pada Kamis (4/11/2021) di Saung Dolken, Bogor. Kegiatan ini merupakan salah satu tahapan untuk memperkokoh perencanaan PUSTANDPI.

Plt. Kepala PUSTANDPI, Kirsfianti L. Ginoga mengatakan arah lembaga ini harus menguatkan semangat UU Cipta Kerja, yakni penyederhanaan izin usaha. Meskipun begitu, ia tetap menekankan setiap prosesnya harus tetap memperhatikan kehidupan manusia dan kelestarian alam.

“Penyederhanaan dan klasifikasi dalam pengeluaran dan penyederhanaan izin dalam bisnis pengelolaan hutan dan lingkungan ini perlu dilakukan agar risiko terhadap lingkungan dan hutan bisa di minimalkan. Begitu juga risiko terhadap keberadaan makhluk hidup termasuk manusia dan biodiversity yang ada di dalamnya”, ujarnya.

Ia juga mengatakan, “Dalam mengembangkan standar dan instrumen ini, beberapa infrastruktur yang diperlukan adalah sumberdaya manusia, metode, material, dan jurnal”, pungkasnya.

Kegiatan ini dimoderatori oleh Plt. Kepala Bidang Perumusan dan Penilaian Kesesuaian Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dana Apriyanto. Terdapat empat narasumber yang memaparkan materi.

Penyampaian materi dibuka oleh perwakilan dari Direktorat Pengembangan Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal, Rosalia Surtiasih mengenai Kebijakan Pengembangan SNI. Dalam penyampaiannya beliau mengatakan bahwa sekarang ini dunia internasional sedang menuju Standards, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures (STRACAP) seiring proses globalisasi.

“Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) kurang lebih memakan waktu selama 3 tahun dengan memegang 6 asas perumusan SNI. Dengan tersedianya standar maka akan memberikan keuntungan dan kepastian dalam suatu lingkup, baik untuk sisi produsen, konsumen, pemerintahan, dan masyarakat”, ujarnya.

Rosalia menambahkan bahwa sebuah standar sebaiknya dirumuskan dengan mengadopsi dari standar yang sudah ada agar kompatibel dengan skema internasional. Selain itu, penyesuaian standar proses perlu menyesuaikan dengan kondisi sosio-ekonomi lokal.

“Perlu adanya keikutsertaan ahli khusus dalam perumusan standar personel. Aspek regulasi dan normatif juga perlu diperhatikan dalam perumusan sebuah standar”, pungkasnya.

Materi selanjutnya disampaikan perwakilan dari Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MPV), Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim-KLHK, Fifi Nofitri. Ia berbicara tentang Penerapan Standar Perubahan Iklim dalam Mendukung Pelaksanaan Kebijakan.

Fifi mengatakan bahwa peningkatan konsentrasi GRK akibat konsumsi energi oleh manusia memicu terjadinya perubahan iklim. Memahami itu, maka dilakukan aksi mitigasi dan stabilitas GRK, yang terjewantahkan ke dalam Nationally Determined Contributions (NDC) dan MRV.

“Sebagai implementasi dari kebijakan nasional terkait perubahan iklim maka Direktorat IGRK menerbitkan kebijakan atau peraturan seperti Perpres 71 Tahun 2011 sebagai induk untuk penyelenggaraan dan inventarisasi GRK. Tujuan dari pelaksanaan inventarisasi GRK yaitu menyediakan informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta menyediakan informasi capaian penurunan emisi GRK dari kegiatan mitigasi perubahan iklim nasional (PermenLHK 73/2017)”, tutur Fifi.

Fifi juga menerangkan PermenLHK 71 Tahun 2017 mengenai penyelenggaraan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI), yaitu sistem pengelolaan dan penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Data dari SRN terdiri atas jenis aksi (adaptasi, mitigasi, gabungan mitigasi dan adaptasi, dll) dan sumber daya (pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas, dan tenaga ahli).

“PermenLHK 71 Tahun 2017 mengenai tujuan dari MRV aksi mitigasi juga digunakan untuk mendukung data SRN tersebut akurat, transparan, konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan. SRN digunakan sebagai satu data GRK untuk memenuhi target NDC dan pengembagan SPEI (Sertifikat Penurunan Emisi)”, pungkas Fifi.

Narasumber selanjutnya perwakilan dari Biro Sumber Daya Manusia Organisasi dan Hukum, Badan Standardisasi Nasional, Malvins. Ia bercerita bahwa BSN mengalami restrukturisasi pada tahun 2018 dengan menerima unit baru dari LIPI, yaitu Pusat Penelitian Metrologi. Peraturan (JF) Jabatan Fungsional Analis Standardisasi berdasarkan Permenpan RB No. 28 Tahun 2020 yang memuat PBSN No. 7 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis JF Analis Standardisasi, PSBN No. 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penghitungan Kebutuhan JF Analis Standardisasi, PBSN No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Impassing JF Analis Standardisasi.

Pemaparan materi terakhir oleh perwakilan dari Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen LHK, Indiyah Hudiyani yang memaparkan materi mengenai Perumusan, Penilaian Kesesuaian dan Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Khusus. Ia menjelaskan mengenai proses pengembangan SNI tidak hanya merumuskan SNI saja tetapi diiringi oleh kegiatan pemeliharaan SNI.

“Pemeliharaan SNI dilakukan agar sesuai dengan pengembangan teknologi dan praktik di lapangan. Pemeliharaan SNI dilakukan dengan pengkajian ulang untuk SNI yang berumur lebih dari 5 tahun atau kurang dari 5 tahun. Penilaian kesesuaian adalah kegiatan untuk menilai bahwa barang, jasa, sistem, proses, atau personal telah memenuhi persyaratan acuan (UU 20/2014 tentang SPK) yang dibagi ke dalam 3 tipe berdasarkan pelaksanaannya (ISO 1700:2004)”, ujar Indiyah.

Setelah penyampaian materi oleh seluruh narasumber selesai, selanjutnya dibuka sesi diskusi mengenai kemungkinan BSN mengusulkan perencanaan tanpa usulan dari ketiga unsur standar (BSN, KOMTEK, Masyarakat). Selain itu, disinggung juga mengenai berapa banyak standar yang sudah ditetapkan dan berapa yang berkaitan langsung dengan bidang kehutanan dan lingkungan sehingga tidak terjadi duplikasi standar.

Diskusi topik mengenai GRK dan MRV terfokus pada telah banyaknya standar yang berkaitan dengan GRK dan membahas mengenai keberlakuan aturan sebelum adanya Perpres 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional.

Kegiatan ini ditutup oleh Analis Kebijakan Ahli Utama KLHK, Djati Witjaksono Hadi yang menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah berperan, mulai dari panitia, narasumber, dan peserta. Ia berharap kegiatan capacity building ini pun dapat dilakukan secara berkala dalam mengembangkan kualitas SDM di lembaga terkait supaya menjadi lebih baik lagi.

“Banyak hal yang sudah diberikan dari para narasumber dan didiskusikan pula sesudahnya. Sekiranya, PUSTANDPI kini telah mendapatkan gambaran teknis terkait apa saja yang harus dilakukan kedepannya dengan pengawalan penyusunan standar instrumentasi. Perumusan pengembangan standar sesuai tugas dan fungsi yang diemban oleh PUSTANDPI akan dipahami lebih lanjut”, pungkasnya.

Penulis: Adisti Prefta, Bintang Putri Amaliah, Retno Kurnia Widyaningsih
Editor: Faisal Fadjri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *