
Kementerian Kehutanan Kuatkan Kolaborasi Pengelolaan Hutan Lintas Agama
Mendukung kolaborasi dalam pelestarian hutan, serta mitigasi dan adaptasi bencana hidrometeorologi, Kementerian Kehutanan, diwakili oleh Pusat Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan (Pusbang Mitigasi), turut hadir dalam kegiatan Pembekalan Ilmiah Pemuka Agama dan Komunitas Keagamaan tentang Hutan, Manusia, dan Bumi, di kantor BMKG, Jakarta (11/06/2025).
Dalam acara yang digagas oleh organisasi Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia ini, Kepala Pusbang Mitigasi, Wening Sri Wulandari, menyampaikan kebijakan kehutanan dikaitkan dengan dukungan terhadap asta cita, prioritas nasional dan program prioritas. Wening juga menyampaikan best practices kegiatan yang melibatkan unsur keagamaan. “Terdapat tiga kegiatan yaitu EcoPesantren, sebuah upaya mengintegrasikan konservasi dan pengelolaan lingkungan dalam kegiatan pesantren), Program Green Ramadhan, yaitu kampanye hemat energi dan penanaman pohon di bulan Ramadhan, serta Hutan dan Iman, yaitu menggandeng tokoh Agama dan lembaga keagamaan untuk membangun kesadaran spiritual dalam menjaga hutan,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, tokoh masyarakat dan agama serta komunitas lokal sangat strategis dalam pengelolaan hutan lesatari dan juga dalam upaya mitigasi dan adaptasi bencana hidrometeorologi kehutanan.
“Kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong harmonisasi data dan sistem informasi lintas instansi yang mendukung pemantauan risiko bencana hidrometeorologi secara terpadu dan responsif, serta di akhir akan dilakukan evaluasi efektivitas kolaborasi multipihak secara berkala, dan menyesuaikan strategi berdasarkan hasil pembelajaran dan dinamika sosial-ekologis di lapangan,” tuturnya optimis.
Sebelumnya saat pembukaan, Tri Handoko, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca mewakili Kepala BMKG juga menegaskan pentingnya peran hutan dalam perubahan iklim. “Hutan berperan penting dalam menjaga keseimbangan karbon, sehingga pelestarian hutan adalah strategi kunci dalam mengatasi perubahan iklim,” jelasnya.
Terkait bencana, Tri Handoko menyampaikan bahwa kebakaran hutan dan lahan memperparah krisis iklim, karena menyebabkan pelepasan karbon dalam jumlah besar, merusak ekosistem, dan mengganggu kesehatan serta aktivitas sosial ekonomi masyarakat ekosistem, dan mengganggu kesehatan serta aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
“Oleh karena itu, kolaborasi multipihak sangat dibutuhkan. Penanganan perubahan iklim dan pelestarian hutan memerlukan sinergi antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil, tokoh agama, dan komunitas lokal. Peningkatan pemahaman tentang peran hutan dan perubahan iklim perlu diikuti dengan aksi nyata di tingkat individu, komunitas, dan institusi,” demikian arahannya.
Dalam kesempatan yang sama, Hayu Prabowo dari IRI sangat optimis bahwa peran organisasi keagamaan untuk pengelolaan hutan tropis akan sangat bermanfaat. ”Jaringan organisasi keagamaan dan pemimpin agama yang saling terhubung menjangkau secara global dan melampaui batas politik. Hal ini menjadikan alur yang efektif dan praktis untuk mengatasi perusakan hutan dan perubahan iklim dan mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Menambahkan informasi, Afif Afian dari BNPB, juga menjelaskan prosedur penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terdiri dari 3 bagian yaitu, pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. “Pra bencana yaitu Manajemen Risiko Bencana, Saat Bencana yaitu Manajemen Darurat Bencana, dan Pasca bencana yaitu Manajemen Pemulihan Pasca Bencana,”.
Kolaborasi dengan pemuka agama ini sangat sejalan dengan inisiasi Pusbang Mitigasi yang sedang dibangun, yaitu Kolaborasi Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan di Tingkat Tapak, yaitu Coll-Tapak. (*)







Kontributor berita:
Tim Media Pusat Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan
Penanggung jawab berita:
Kepala Pusat Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan