Berita
PUSTANDPI Susun Standar Menara Api dan Sumber Air untuk IKN

PUSTANDPI Susun Standar Menara Api dan Sumber Air untuk IKN

Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (PUSTANDPI) menyelenggarakan pembahasan rencana kerja perumusan Standar Menara Api dan Sumber Air dalam rangka penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), khususnya di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada Senin (25/4) di Kantor PUSTANDPI.

Kepala Bidang Perumusan dan Penilaian Kesesuaian Standar Instrumen, Dana Apriyanto mengatakan, Standar tersebut disusun sebagai output dari kajian jumlah menara api per satuan luas dan sumber air per satuan luas dalam penanggulangan Karhutla. Ia juga menjelaskan bahwa kajian awal tersebut dapat diperluas dengan variabel lain.

“Perumusan Standar Menara Api dan Sumber Air ini merupakan tindak lanjut dari disposisi Kepala BSILHK kepada Kepala Pustandpi atas surat dari Kepala BMKG, yaitu untuk mengkaji jumlah menara api dan sumber air per satuan luas dalam penanggulangan karhutla. Mungkin ke depannya tidak dibatasi dari jumlah saja, bisa dikaji pemilihan lokasi, spesifikasi, peralatan yang harus disiapkan”, ujarnya.

Selain itu, Dana juga mengatakan bahwa PUSTANDPI telah berkoordinasi dengan Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) di Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia menjelaskan, Ditjen PPI belum mengurusi hal tersebut sehingga kajian ini bisa dilanjutkan menjadi sebuah standar baru dan ditindaklanjuti menjadi sebuah regulasi.

Menanggapi hal itu, Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. Acep Akbar mengatakan bahwa standar yang akan disusun perlu sasaran yang lebih spesifik. Siapa yang akan menggunakan standar tersebut dan tipe lahan yang akan menjadi focus penerapan standar.

“Apakah pembuatan standar ini ke satu sasaran yang khusus? Karena kita kan sasarannya banyak walaupun prinsipnya sama. Misalnya untuk IKN, bisa juga stakeholdernya itu berupa HTI, ada standar pemegang ijin pengelolaan sawit yang juga diatur pertanian, ijin usaha IUPHHK dan lain-lain. Bisa juga sasarannya berdasarkan tipe lahan, misal gambut, sudah pasti berbeda dengan di lahan mineral,” tutur Prof. Acep.

Senada dengan Prof. Acep, Eko Priyanto dari Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Banjarbaru mengatakan bahwa sumber air yang akan dikaji sangat berbeda kondisinya antara lahan gambut dan mineral. Untuk itu, ia mengusulkan untuk dibedakan perumusan standarnya antara dua tipe lahan tersebut.

“Untuk menara api tidak terlalu berbeda, tapi untuk kantung-kantung air bisa sangat berbeda antara lahan gambut dan mineral. Kalau gambut pakai sumur kedalaman 25-30 m, diameter 1,5-2 inch pakai pompa hydran, jika menggunakan bak untuk stok air kurang efektif. Setuju untuk dibedakan berdasarkan tapaknya,” kata Eko.

Terakhir, Prof. Acep Akbar memberikan masukan tentang tahapan dalam perumusan standar menara api dan sumber air. Pertama, dilakukan Desk Study. Kedua, dilakukan Focus Group Discussion (FGD) ke pihak-pihak terkait. Ketiga, melakukan observasi lapangan.

“Kalau ada target di IKN perlu diobservasi kesana. Karena topografi bergunung maka 1 menara jangkauannya sempit. Diharapkan dengan adanya standar ini dapat menjadi salah satu solusi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap musim kemarau tiba” pungkasnya.

Penulis: Faisal Fadjri dan Alifa Zahra
Editor: Andreas Terapi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *