Berita
Pusbangmitigasi Susun Pedoman dan Standar Pembangunan Ekosistem Berketahanan Iklim

Pusbangmitigasi Susun Pedoman dan Standar Pembangunan Ekosistem Berketahanan Iklim

Mendukung implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di areal konsesi pemasok kayu, Pusat Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan (Pusbangmitigasi) bekerja sama dengan PT. APP Sinar Mas, tengah menyusun Pedoman dan Standar Pembangunan Ekosistem Berketahanan Iklim.

“Pedoman ini akan menjadi acuan pembuatan model mitigasi dan adaptasi bencana untuk penerapan di lapangan. Dengan dukungan pihak pemegang konsesi, hal ini merupakan bentuk nyata kolaborasi antara pihak swasta dan pemerintah, dalam komitmen menurunkan emisi GRK, khususnya melalui pendekatan berbasis lanskap dan peningkatan kapasitas ekosistem untuk berketahanan iklim,” tutur Enjang Sopiyudin, Kepala Bidang Perencanaan dan Formulasi Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologi Kehutanan, saat memimpin pembahasan mewakili Kepala Pusbangmitigasi di Bogor (28/05/2025).

Menggandeng BRIN, terdapat empat pedoman yang disusun, yaitu Standar Pemulihan Ekosistem Hutan Dataran Rendah, Standar Pemulihan Ekosistem Gambut, Standar Monitoring dan Pengukuran Stok Karbon pada Areal Restorasi Ekosistem Hutan Dataran Rendah (Mineral), dan Standar Monitoring dan Pengukuran Stok Karbon pada Areal Restorasi Ekosistem Gambut.

Sebagai pelaksanaan kewajiban dalam kerja sama yang telah dibangun sebelumnya antara APP Sinar Mas dan Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) pada 31 Januari 2024, Pusbangmitigasi menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatannya dalam kesempatan tersebut. Kegiatan pada tahun pertama kerja sama telah menghasilkan berbagai capaian awal, sampai penyusunan standar pengukuran stok karbon pada dua tipe ekosistem (gambut dan mineral).

“Hari ini, kita akan membahas hasil kerjasama yang telah dilakukan dan keberlanjutan kerja sama ini untuk tahun kedua, periode 2025–2026. Fokus kita selanjutnya reformulasi/ penyesuaian standar menjadi model dan penerapannya. Tentunya, tantangan ke depan akan semakin kompleks, namun kami yakin dengan semangat sinergi dan kolaborasi, kita akan mampu melanjutkan dan memperkuat implementasi model serta mendorong penerapannya dalam pengelolaan di lapangan,” lanjut Enjang.

Ia juga menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak, termasuk dua direktorat jenderal teknis yang menjadi pendukung utama dalam penyempurnaan konsep standar, yatu Direktorat Rehabilitasi Hutan, Ditjen PDASRH, dan Direktorat Direktorat Pemulihan Ekosistem dan Bina Areal Preservasi (BPEBAP), Ditjen KSDAE.

Dalam pembahasan ini, Direktorat Rehabilitasi Hutan menyampaikan bahwa Peraturan Menteri LHK Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan menjadi acuan utama untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang menggunakan sumber dana APBN.

“Mengingat tantangan terbesar di lapangan yang menentukan keberhasilan kegiatan RHL adalah faktor manusia (sosial), maka konsep standar ini agar memuat aspek sosial disamping aspek biofisik, khususnya persiapan prakondisi kepada masyarakat di lapangan. Selain itu, perlu dilengkapi dengan pembobotan faktor biofisik dan faktor sosial dalam parameter keberhasilan pemulihan ekosistem,” terang Junediyono, Kepala Subdit Reboisasi.

Sementara itu, Jany Raharjo, perwakilan  Dit. BPEBAP, menyampaikan beberapa kebijakan terkait kriteria kerusakan ekosistem gambut yang dapat dijadikan acuan Peraturan Pemerintah Nomor. 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, dan Peraturan Menteri LHK Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut.

“Sesuai peraturan, terdapat empat cara pemulihan ekosistem gambut, yaitu dengan rehabilitasi, suksesi alami, restorasi hidrologis, dan cara lainnya sesuai perkembangan IPTEK,” jelas Jany.

Senada Junediyono, ia juga mengingatkan pentingnya aspek sosial, prakondisi, dan safeguard untuk dimasukkan dalam konsep standar. “Karena ini merupakan salah satu bentuk mitigasi terhadap konflik di lapangan. Dukungan masyarakat sangat menentukan keberhasilan kegiatan pemulihan,” pungkasnya.

Sementara itu, Jasmine Natalia, Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas menyarankan agar tidak lupa memasukkan unsur prosedur kerja dan instruksi kerja dalam konsep standar, sebagai acuan pelaksana di lapangan.

Dilaksanakan secara hybrid, acara ini turut dihadiri oleh jajaran Pusbangmitigasi, Tim kerja sama APP Sinar Mas, perwakilan APHI, BRIN, serta pejabat fungsional lingkup Pusbangmitigasi.(*)


Penanggung jawab berita :
Dr. Wening Sri Wulandari – Kepala Pusbangmitigasi
Kontributor berita :
Tim media Pusbangmitigasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *