Berita
Tingkatkan Kapasitas Pegawai, Pustandpi Berbagi Pengetahuan Kebencanaan

Tingkatkan Kapasitas Pegawai, Pustandpi Berbagi Pengetahuan Kebencanaan

Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) menyelenggarakan Knowledge Sharing terkait kebijakan dan implementasi standar ketahanan bencana dan perubahan iklim Provinsi Jawa Barat pada Rabu (21/12) di Hotel Arya Duta, Bandung. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan wawasan akan pentingnya standar instrumen dalam ketahanan bencana dan perubahan iklim.

Hadir sebagai narasumber pada kesempatan ini, Analis Kebijakan Ahli Utama KLHK, Ir. Djati Witjaksono Hadi, M.Si. dan Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (PK) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Edy Heryadi. Sesi paparan diawali dengan penyampaian tugas dan fungsi Pustandpi serta produk konsep standar yang telah disusun Pustandpi oleh Djati Witjaksono Hadi.

Acara dilanjutkan dengan sesi Knowledge Sharing oleh pihak BPBD, Edy Heryadi. Beliau memaparkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah dengan potensi kebencanaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan Jawa Barat memiliki 7 gunung api aktif, 3 sesar aktif, 2 lempeng, banjir (genangan, banang, ROB). Selain itu, terdapat pergerakan tanah, tsunami, kebakaran hutan dan lahan, kebakaran pemukiman, angin puting beliung, kegagalan teknologi, dan kejadian luar biasa seperti akibat Covid-19, dan demam berdarah.

“Dari 27 kabupaten di Jawa Barat, terdapat 10 kota/kabupaten yang dikategorikan tinggi rawan bencana. Jumlah bencana di Jawa Barat seiring waktu semakin meningkat dengan bencana terbanyak adalah longsor, banjir, dan angin puting beliung. Sebagian besar bencana hidrologis,” tuturnya.

Pada kesempatan ini, Edy juga menjelaskan siklus penanggulangan bencana yang dilakukan BPBD Provinsi Jawa Barat. Siklus tersebut meliputi pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat (saat terjadi bencana), rehabilitasi, dan rekonstruksi.

“Saat tanggap darurat dilakukan pengambilan data oleh personil untuk mendapatkan data kerusakan, jumlah korban dan lain sebagainya untuk nantinya dilaporkan pada gubernur untuk bisa menetapkan status bencana. Selain itu juga untuk segera mengirimkan bantuan untuk korban terdampak seperti logistik dan lain sebagainya. Saat pasca bencana dilakukan pendampingan pengkajian kebutuhan pasca bencana (JITUPASNA) dan pendampingan penyusunan dokumen rencana pemulihan pasca bencana,” paparnya.

Edy berpesan setiap orang harus terus belajar memahami apa saja yang dapat dilakukan ketika terjadi bencana. Proses tersebut akan membentuk sebuah kesadaran yang ia sebut sebagai ‘budaya sadar bencana’, yang terdiri dari 3 hal: mengenali bahaya, mengurangi resiko (pelajari cara penyelamatan dari bencana dan simulasi bencana), dan selalu siaga hadapi bencana.

“Sebuah penelitian dari Jepang menyebutkan persentase sebab-sebab korban selamat bencana dalam durasi ‘golden times’ yaitu kesiagaan diri sendiri 35%, dukungan keluarga 31,9%, dukungan teman & tetangga 28,1%, dukungan orang sekitar 2,9%, dukungan tim SAR 1,7%, dan lain-lain 0,9%. Faktor kesiagaan diri sendiri, keluarga, dan kerabat dekat mendominasi sebab keselamatan pada saat bencana. Ini menunjukkan pentingnya budaya sadar bencana,” pungkasnya.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peningkatan kapasitas pegawai yang diadakan selama dua hari (20-21/12) di Bandung. Bertajuk “Pentingnya Standar Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim dalam Pengelolaan Ekowisata”, kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari BPBD Provinsi Jabar, Dinas Kehutanan Provinsi Jabar, UPTD Tahura Ir. H. Djuanda, dan Pusat Keteknikan Kehutanan dan Lingkungan KLHK, serta seluruh pegawai Pustandpi.***

Penulis: Faisal Fadjri, Alifa Zahra Adhyana
Editor: Alifa Zahra Adhyana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *