Berita
Antisipasi Fenomena Hujan Es di Indonesia, Pustandpi Bahas Penyiapan Standar Ketahanan Bencana

Antisipasi Fenomena Hujan Es di Indonesia, Pustandpi Bahas Penyiapan Standar Ketahanan Bencana

Bogor, 9 Oktober 2024. Sebagai antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem khususnya fenomena hujan es, Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana Perubahan Iklim (Pustandpi) SBILHK, siapkan standar instrumen untuk mengurangi dampak yang akan terjadi. Kepala Pustandpi, Krisdianto, menyampaikan bahwa hal ini sangat penting untuk segera ditindaklanjuti, seiring peringatan BMKG terkait munculnya fenomena hujan es di Indonesia.

“Sebagaimana arahan Menteri LHK, meskipun fenomena hujan es jarang terjadi di Indonesia, namun tetap perlu disiapkan standar instrumen sebagai bentuk antisipasinya. Untuk itu, kita perlu memahami proses terjadinya hujan es di Indonesia yang beriklim tropis dan usaha mengantisipasinya, apakah ada sifat-sifat khusus atau lokasi-lokasi khusus yang perlu diperhatikan dan perlu di antisipasi,” tutur Krisdianto, saat membuka FGD Fenomena Hujan Es di Indonesia dan Peluang Penyiapan Standar Instrumen Ketahanan Bencana Iklim, di Jakarta (09/10/2024).

Ditekankan kembali oleh Krisdianto, bahwa perumusan dan formulasi penyusunan standar instrumen tersebut menjadi tusi dari Badan Standardidasi Instrumen LHK, khususnya Pustandpi. “Tujuan akhir FGD ini adalah merekomendasikan usulan standar ketahanan bencana, yang dapat diimplementasikan oleh pemerintah dan masyarakat, dalam menghadapi potensi hujan es dan cuaca ekstrem lainnya,” lanjutnya.

Mengawai sesi, hadir peneliti ahli madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, Erwin Mulyana, yang menjelaskan fenomena hujan es. “Hujan es terjadi dari jenis awan cumulonimbus (Cb) yang puncaknya melewati ketinggian freezing level di atmosfer. Kondisi udara yang cukup labil terutama dalam masa pancaroba, memudahkan proses konveksi dan masuknya suplai uap air dan pembentukan awan Cb. Dalam awan Cb terjadi proses updraft dan downdraft yang sangat kuat, dan updraft yang sangat kuat (10-40 m/s) memungkinkan terbentuknya butir es yang besar,” jelasnya.

Erwin juga menerangkan, efek perubahan iklim dan kondisi suhu ekstrem menyebabkan kemungkinan lebih tingginya hujan es, dan untuk analisis lebih lanjut diperlukan basis data kejadian hujan es di Indonesia yang terintegrasi.

“Berdasarkan pengalaman riset kami, diketahui bahwa kejadian hujan es sangat acak, tersebar tidak jelas, dan tidak bisa diprediksi, sehingga antisipasi secara langsung kejadian hujan es cukup sulit dilakukan, namun lebih memungkinkan untuk melakukan antisipasi terhadap potensi hujan ekstrem,” Erwin menyarankan.

Menyambung Erwin, Miming Saepudin dari Direktorat Meteorologi Publik, BMKG, menyampaikan selama bulan Januari 2021 – Juli 2024, tercatat sebanyak 120 kejadian hujan es di Indonesia, dan mayoritas terjadi pada bulan Maret dan Oktober (pancaroba). “Periode peralihan memiliki peluang terbesar untuk hujan es, seperti di Jawa Barat, 60% kejadian hujan es terjadi pada periode pancaroba (MAM-SON),” terangnya.

Ia juga berpendapat, penting untuk memerhatikan ENSO atau fenomena atmosfer yang terjadi dalam skala tahunan, yaitu La Nina atau El Nino. “Kondisi La Nina yang cukup aktif saat ini, dapat menjadi kombinasi yang meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem di bulan Oktober, sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan,” ujar Miming. Sebagaimana diketahui, BMKG telah memberikan peringatan potensi hujan es di beberapa wilayah Indonesia pada awal Oktober.

“Perubahan pola curah hujan juga bisa menyebabkan hujan yang lebih intens, atau kemarau lebih panjang, memicu ketidakseimbangan alam dan memperbesar potensi bencana, sehingga perlu dilakukan langkah mitigasi dan adaptasi, untuk menghadapi dampak perubahan iklim mulai dari sekarang,” pungkas Miming.

Mengakhiri pembahasan, Krisdianto menyampaikan, karena sulit diprediksi, maka standar terkait kejadian bencana hujan es bersifat melakukan adaptasi terhadap kejadian cuaca ekstrem. Beberapa peluang penyusunan standar terkait fenomena cuaca ekstrem, salah satunya yaitu standar instrumen untuk pengukuran asuransi akibat perubahan iklim.(*)


Kontributor berita :
Mamay Maisaroh – Pranata Humas Ahli Muda
Penanggung jawab berita :
Krisdianto – Kepala Pustandpi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *