Pentingnya Pengelolaan Hutan Lestari dalam Adaptasi Perubahan Iklim
Kamis, 9 Januari 2025. Sebagai upaya sebagai bentuk sosialisasi peran pemerintah dalam pengelolaan hutan secara lestari, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi), sampaikan kebijakan dan perkembangan pengelolaan hutan sampai saat ini, dalam seminar yang dilaksanakan oleh Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS Study Indonesia), di Jakarta (09/01/2025).
Melalui judul “Indonesia’s Sustainable Forest Management in Adapting Climate Resilience”, Kepala Pustandpi, Krisdianto, menerangkan pentingnya pengelolaan hutan lestari dalam mendukung adaptasi ketahanan perubahan iklim. Hal ini juga sebagai momen mengawali masa transisi Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim menjadi Pusat Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Bencana Hidrometeorologis Kehutanan.
“Tekanan manusia terhadap alam dan lingkungan hidup terlihat dari pesatnya pertumbuhan penduduk. Ini menyebabkan tekanan tidak hanya terhadap sumber daya alam, namun juga lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah pengelolaan hutan secara lestari untuk memenuhi kebutuhan keberlangsungan hidup penduduk,” tutur Krisdianto.
Hutan negara seluas 120,4 juta hektar di Indonesia, terbagi ke dalam Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Konversi, Hutan Lindung, dan Kawasan Konservasi. Diterangkan Krisdianto, untuk mendorong kelestarian sumber daya hutan dan menjamin legalitas hasil hutan, sehingga mengurangi pembalakan liar dan perdagangan ilegal, Indonesia menerbitkan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kehutanan), sejak tahun 2015.
“Sampai tahun 2023, tercatat sebanyak 136 pemegang ijin usaha hasil hutan yang telah mengantongi sertifikat SVLK,” lanjutnya.
Selain itu, pemerintah juga membentuk Kesatuan Pengeloaan Hutan (KPH) atau Forest Management Unit (FMU), yang terdiri dari 348 KPH produksi dan 184 KPH lindung. “Mendukung optimalisasi produktivitas hutan, praktek pemanenan hutan juga dilakukan melalui Sistem Silvikultur Intensif (SILIN) dan pemanenan berdampak rendah atau Reduces Impact Logging (RIL),” jelas Krisdianto.
Disampaikannya, pengelolaan hutan secara lestari bukan berarti tidak boleh dimanfaatkan sama sekali, melainkan disusun strategi pemanfaatan sesuai dengan fungsinya, yaitu hutan produksi melalui skema perijinan usaha, dan hutan lindung melalui Perhutanan Sosial. “Saat ini program Perhutanan Sosial telah mencapai kurang lebih 5,5 juta hektar, yang dikelola oleh 1,1 juta kepala keluarga dan 10.145 Kelompok Tani Hutan,” lanjutnya.
Selain masyarakat, hutan juga dimanfaatkan untuk kegiatan multibisnis yang dilakukan oleh pemegang Ijin Pemanfaatan Usaha Hutan, seperti ekowisata, hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan agroforestri.
“Multibisnis di bidang Kehutanan merupakan paradigma baru untuk mengubah fenomena dari hutan yang hanya berbasis kayu pengelolaan. Hal ini harus memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan, yaitu berkelanjutan secara lingkungan, dapat diterima secara sosial, dan layak secara ekonomi,” Krisdianto menegaskan.
Sebagai informasi, data KLHK tahun 2024 menyatakan kegiatan multibisnis kehutanan ini didukung oleh 590 pemegang ijin konsesi, 532 KPH, dan 6.669 industri hasil hutan yang terdiri dari 538 skala besar dan sisanya skala kecil dan menengah. Hingga Juli 2024, tercatat produksi hasil hutan setiap provinsi di Indonesia rata-rata lebih dari 6.000 m3/tahun.
Sementara itu, terkait fenomena perubahan iklim yang semakin terasa, Krisdianto mengajak para peserta untuk memahami lebih dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. “Indonesia berkomitmen untuk mencapai tingkat emisi gas rumah kaca menjadi -140 juta ton CO2e pada tahun 2030, mendukung nol emisi secara bersih di sektor kehutanan. Hal ini sebagai pemenuhan terhadap NDC, yaitu komitmen spesifik suatu negara untuk mendukung agenda perubahan iklim global,” pungkasnya.
Mengambil tema Sustainable Land Use for Climate Resilience: Integrating Forest Management and Organic Agriculture), seminar ini dihadiri oleh mahasiswa dalam dan luar negeri dari berbagai universitas di Australia dan lembaga internasional lainnya. Dalam kesempatan ini, terdapat tiga materi utama yang disampaikan Krisdianto, yaitu Pengelolaan Hutan Lestari, Alur Penyediaan Sertifikasi Hasil Hutan, dan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. (*)
Kontributor berita :
Mamay Maisaroh – Pranata Humas Ahli Muda
Faisal Fadjri – Pranata Komputer Ahli Pertama
Penanggung jawab berita :
Krisdianto – Kepala Pustandpi